Rasa
penasaran meningkat drastis. Penasaran akan hari esok, hari yang menentukan
masa depanku. Buku tulis, kotak pensilku yang telah aku pakai semasa SD dan tas
selempang yang aku sukai, semuanya telah siap, untuk hari pertamaku, ke Sekolah
baruku.
Bunyi
HP yang berdering kencang membangunkan tidurku. Aku lekas mandi dan
bersiap-siap serapi mungkin. Menaiki mobil bersama papaku selama sekitar setengah
jam perjalanan aku tempuh ke sekolah. Akhirnya aku lihat gedung yang besar,
banyak sekali siswa-siswi berkeliaran dan guru-guru menyambut para siswa-siswi
dengan ramah.
“Liany!”
teriak seseorang yang memanggil namaku. Aku mencari sumber suara itu dan
ternyata dia Marsha, teman segerejaku. Senang dan lega saat aku melihatnya. Aku
baru tahu kalau dia akan satu Sekolah denganku, karena kami tidak terlalu
akrab. Aku berharap mungkin dia bisa
menjadi teman dekat pertamaku di sekolah ini.
“Liany,
aku senang kamu bisa di sini, aku takut sendirian!” ujar Marsha dengan mengandeng
tanganku.
“Aku
juga, tempat ini masih terlalu asing. Tapi aku janji, kita akan bersama-sama
mengenal lebih dekat dengan sekolah ini.” kataku. Kini, aku dan Marsha
mencari-cari kumpulan siswa-siswi SMP kelas 7.
“Kalian
kelas 7 bukan? Kalau kalian kelas 7, kelas kalian ada di situ, kelas paling
ujung. Ada 2 kelas, kalian harus melihat daftar nama yang ada ya.” kata seorang guru yang melihat kami
dari kami masuk ke Sekolah ini.
“Iya.
Terima kasih Bu.”ujar Marsha. Langkah demi langkah aku jalani bersama Marsha
dan kami pun menemukan 2 kelas itu.
Aku mencari namaku dan Marsha di daftar kelas 7-1 dan 7-2. Kami sangat
beruntung, kami sekelas di 7-2.
Suasana
kelas yang ramai menyambutku. Ada bangku kosong, tanpa berfikir lama, aku pun duduk serta Marsha yang duduk di
kananku. Aku merasa terasingkan karena banyak siswa-siswi yang SDnya di Sekolah
ini dan mereka sudah bisa bersosialisasi dengan baik, aku pun hanya duduk diam. Marsha mengawali pembicaraan denganku,
ternyata dia seorang yang sangat suka bercerita. Tak berapa lama saat kami
berbincang-bincang, seorang guru dan 2 Kakak kelas datang. Mereka adalah salah
satu pembimbing MOS. MOS adalah sesuatu yang sangat baru, aku cukup penasaran
dengan kegiatan-kegiatannya. Dan ternyata, MOS harus membawa banyak barang yang
sedikit merepotkan dan dalam kegiatan itu ada kelompok-kelompoknya. Aku sih berharap satu kelompok dengan
Marsha, tapi keinginanku tidak terpenuhi. Balon Udara adalah nama kelompokku
terdiri dari; Harry, Leonard, dan Monic. Kakak kelas menyuruh semua siswa
berkenalan dan mencari anggota-anggota kelompoknya sendiri. Tidak lama aku
menemukan mereka, kami saling berkenalan dan kami bertukar nomor HP untuk
urusan MOS besok. Tidak lama, aku pulang bersama papaku.
Saat
malam, aku mencoba menghubungi mereka untuk persiapan besok. Aku juga sekalian
berkenalan lebih dekat lagi. Monic anak yang gampang bergaul, dia bercerita
banyak hal tentang sekolahnya. Sedangkan, Leonard lupa siapa diriku yang
tiba-tiba SMS dia. Aku harus memperkenalkan diri lagi sampai dia ingat. Dan
karena itulah, kami jadi berbincang-bincang yang cukup lama.
MOS
berjalan menyenangkan dan aku makin mengenal banyak teman. Aku semakin dekat
dengan Marsha dan Leonard. Mereka teman yang menghibur. Tapi, sayangnya, saat
pembagian kelas 7, aku dan Leonard tidak satu kelas, hanya Marsha.
Suatu
hari, mamaku menyuruhku untuk mencari tempat les pelajaran. Aku sempat binggung
harus mencari di mana. Untunglah, aku bercerita ke Leonard, ternyata dia juga
anak les, kami pun satu tempat les.
Dia sering bercerita tentang banyak hal padaku, dan aku pun juga tak mau kalah. Lama kelamaan, persahaabatan kami semakin
dekat.
Kelas
7 di lewati secara cepat, kelas 8 pun datang.
Untuk kedua kalinya, aku tidak satu kelas lagi dengan Leonard. Komunikasi
antara kami semakin jarang. Walaupun aku sudah berusaha untuk menghubungi
Leonard. Dengan ada hobinya yang sangat menyita waktunya, dia melupakan
persahabatan kami. Dia menyuruh aku untuk tidak menghubunginya lagi. Dan lama
sekali, kami tidak berkomunikasi lagi…
Saat
liburan kenaikan kelas, ada sesuatu kejadian yang tidak sengaja membuat Leonard
menghubungi aku kembali. Dengan kejadian itu, kami jadi sering lagi bercerita
banyak hal.
Suatu
ketika, Leonard mengalami ketakutan. Dia harus mengikuti ujian Inggris di tempat
lesnya. Sebagai teman yang baik, aku memberi semangat untuknya. Kami pun bersepakat, jika dia berhasil, dia
akan mentraktir aku es krim. Dan ternyata selama 5 hari menunggu keputusan, dia
berhasil lulus. Karena saat ini masih liburan, dia berhutang janji padaku. Maka
aku menjulukinya, ‘Si Utang Es Krim!’
Hari
pertama Sekolah pun datang, dengan
semangat aku datang ke Sekolah, saat aku melihat daftar nama anak kelas 9,
terdapat 2 kelas yang tercantum namaku. 9-1 dan 9-3. Banyak teman-temanku yang
masuk kelas 9-3, termasuk Leonard. Aku
berserta temanku, Marsha datang ke Ruang Guru untuk menanyakan susunan
kelas sesungguhnya. Dan, ternyata, aku masuk 9-1 dan tidak satu kelas lagi
dengan Leonard maupun Marsha.
Sepulang
Sekolah, tiba-tiba, Leonard datang ke kelasku dan memberiku es krim. Aku kira
dia sudah melupakannya, ternyata tidak. Aku cukup kaget. Tetapi tetap saja aku
menjulukinya ‘Si utang es krim’ walau
pun sudah lunas. Entah kenapa,
julukan itu sangatlah lucu dan menarik bagiku. Canda tawa sering kami lalui,
memberi semangat dan memberi energi positif juga. Aku berharap hubunganku dengan si utang es krim lebih baik lagi dan
lagi!